Selasa, 02 Desember 2014

Berangkat dari Teks, Siapa Yesus?



Pengantar
Jawaban atas pertanyaan seperti pada judul tulisan ini oleh sebagian orang dipercayai telah disediakan dengan memadai oleh kekristenan. Tidak jarang rujukan utama yang digunakan untuk membicarakan perihal Yesus, salah satu tokoh berpengaruh di dunia ini, ialah melalui informasi alkitab. Empat injil dipercayai ampuh dan lebih dari cukup untuk menghantar orang banyak kepada pengenalan akan sosok Yesus. Tradisi pemikiran tersebut bahkan telah melintasi jaman ke jaman. Hingga hari ini apabila secara seksama diperhatikan, maka dapat ditemukan dengan mudah keyakinan tersebut masih dipertahankan.

Permasalahan seputar Yesus sebagai Sosok
Pertanyaan seputar Yesus, tidak hanya semata-mata terkait biografinya atau genealoginya saja. Sosok Yesus juga didekati terutama dalam ketegangan antara keyakinan Ia sebagai seorang manusia (humanitas) dan sebagai Anak Allah (divinitas). Dua kutub tersebut terus menggoda manusia dari waktu ke waktu untuk memberikan pandangan, komentar, bahkan pembelaan terhadap kenyataan itu.
Yesus secara historis ialah seorang personal yang pernah eksis dalam perjalanan sejarah manusia. Hanya saja seperti yang telah saya katakan sebelumnya, sosok Yesus bagaimanapun menggoda banyak orang untuk membahasnya. Jika anggapan tradisional dan awam sangat menekankan sosok Yesus semata-mata digali dari dalam narasi injil, maka ada banyak orang juga yang mulai melihat kehadiran Yesus dan eksistensi-Nya melalui upaya tidak begitu saja menerima isi narasi tentang-Nya.
Dalam studi perjanjian baru misalnya, paroh akhir abad 20 muncul suatu upaya studi yang disebut sebagai memahami Yesus Sejarah. Seorang Profesor bernama Robert Funk pada tahun 1985 membentuk suatu kelompok yang diberi nama Yesus Seminar. John Dominic Crossan sebagai salah seorang pentolan dalam kelompok itu bersama dengan anggota kelompoknya telah menyelidiki misalnya otensitas perkataan Yesus dalam alkitab yang menurut mereka hanya 18% orisinal (90 kata).[1] Meski demikian Karman memberikan evaluasi kritis terhadap kajian para ahli Yesus Seminar. Ia mengajukan 5 bantahan yaitu dengan (1) mempertanyakan upaya membandingkan keempat injil dengan teks yang sama-sama religius dan bukan teks yang benar-benar historis tentang biografi Yesus, (2) mengingatkan bahwa alkitab tidak bisa dilepaskan dari historisitas Yesus sebab alkitab bukan buku kumpulan etika tetapi suatu catatan akan menubuhnya Allah menjadi manusia, (3) teks di luar kanon seharusnya diperlakukan sebagai pembanding bukan teks sederajat dengan teks kanon, (4) tidak ada otoritas yang mampu mendeterminasi apakah ada batas iman kepada Yesus apakah ia separuh Yesus historis dan separuh gambaran tentang Yesus. Karman mempertanyakan apakah hasil kajian Yesus Seminar ialah suatu karya purely historical ataukah hanya penolakan modernitas atas iman tradisional berjubah penelitian akademik? (5) Paul Barnet tahun 1997 melakukan studi yang meninjau injil sebagai biografi dengan memperhatikan sumber-sumber yang meyinggung tentang Yesus dalam berbagai surat kirim di masa PB.[2]
Anggapan para ahli dalam Yesus Seminar sebenarnya bukan perkara baru. Sejak jaman Yesus hidup pun perihal status Yesus dalam divinitas-Nya sudah pertanyakan. Bahkan kelompok kristen mula-mula sebelum Proto Ortodoks menjadi agama resmi Romawi memiliki pandangan yang berbeda tentang keilahian Yesus. Dalam konteks manusisa dewasa ini yang hidup berdekatan dengan masa Yesus Seminar bekerja, upaya memahami Yesus secara objektif ialah cita-cita yang dianggap tak terhindarkan. Yesus Seminar terlanjur yakin bahwa injil telah tercampur antara fakta dengan fiksi sehingga mereka berupaya menyeleksi mana yang dalam narasi tersebut ialah otentik Yesus dalam kesejarahaan-Nya. Lagipula memperhatikan bahwa Yesus terlalu membabi-buta didekati secara teologis membuat para sarjaan Yesus Seminar seolah gerah. Sampai pada titik ini nampak ada kubu yang ingin memisahkan antara Jesus of History dengan Christ of Faith.[3]
Dua orang begawan teologi Kristen yaitu Karl Barth dan Rudolf Bultmann berpendapat bahwa upaya para arkeologis-eksegetis untuk mencari jejak-jejak historisitas Yesus ialah upaya sia-sia. Menurut mereka injil ialah tulisan yang perlu diimani tanpa dipersoalkan historisitasnya.[4] Upaya untuk secara intelektual menjelaskan dan mengklaim historisitas Yesus ialah tidak penting bagi iman kristen. Keduanya tidak menafihkan bahwa ada kemungkinan jika isi injil tidak historis.
Albertus Sujoko mencoba memperluas pikiran Walter Kasper yang membantah baik Barth maupun Bultmann. Sujoko menegaskan bahwa melalui jejak biblis maka dapat ditemukan penegasan bahwa Yesus benar manusia, Ia putra Allah, dan status divinitas Yesus bukan konstruksi Helenisme.[5] Dalam posisi demikian nampak upaya keras untuk mempertahankan status keilahian Yesus sedemikan rupa sebab tuduhan bahwa injil adalah dongeng belaka yang diikuti oleh penjelasan rasional tentu berbahaya bagi iman.

Orang Kristen mau Apa?
Upaya untuk membela dan “menyerang” Yesus terutama dalam keilahian-Nya sekaligus kemanusiaan-Nya menjadi cukup populer dalam pergulatan dunia teologi. Namun saya sendiri memerhatikan bahwa upaya-upaya itu sudah selalu terkurung dan berangkat dari pengandaian dasarnya masing-masing. Dalam hal ini misalnya dalam semangat modernitas yang mempertanyakan segala sesuatu terkait klaim keimanan, tentu para pembaca dan penikmat karya sarjana dalam terang itu harus mampu mendudukan epistemologi dari klaim yang mereka gunakan. Mengatakan bahwa Yesus harus didekati secara objektif, historis, atau bahkan tanpa mistis sama sekali misalnya, jangan ditanggapi sebagai sebuah pernyataan yang mengganggu iman atau bahkan bidah. Justru pemeriksaan lebih lanjut atas dasar asumsi itu dan sikap tak menerima klaim itu secara taken for granted ialah sikap yang lebih memadai ketimbang menubrukanya dengan keimanan.
Salah satu ciri utama yang dijadikan dasar klaim baik mereka yang membela sosok Yesus maupun yang mempermasalahkan-Nya ialah sudah selalu berangkat empirisme. Keduanya mencoba secara empirik membuktikan masing-masing klaimnya terhadap Yesus. Dalam pada ini dapat dipahami jika keduanya tidak pernah bicara Yesus secara per se. Upaya Kasper dalam membantah Barth ialah juga berangkat dari dalam narasi tentang Yesus. Saya sendiri berpendapat bahwa mendeterminasi bahwa narasi injil ialah Yesus per se ialah suatu tindakan yang tak mungkin. Pemahaman orang banyak tentang Yesus ialah suatu seni yang memberikan bagi mereka banyak ruang untuk memahami-Nya. Memahami Yesus yang pernah ada dalam sejarah ialah sebuah seni kemungkinan tetapi bukan spekulasi membabi-buta.

Penutup
Rupanya terang modernisme yang hinggap pada para sarjana teologi yang ingin memperlakukan narasi injil seobjektif mungkin telah disadari memiliki banyak kelemahan. Metode-metode yang diandaikan dapat baku menentukan hasil yang relatif mirip sebagai bagian dari objektifitas menurut saya akan sangat sulit diterapkan pada narasi yang memang memiliki dimensi dinamis bagi kehidupan.
Oleh sebab itu, sebagai pembelajar teologi, ialah suatu imperatif untuk memperluas cakrawala wawasan teologi agar upaya memahami Yesus dapat jauh lebih komprehensif. Dengan kata lain memperlakukan teks sebagai sumber pelajaran tentang Yesus menuntut setiap sarjana teologi untuk tidak tenggelam dalam kemalasan dogmatis bahwa Yesus diterima secara ideologis belaka sebab alkitab sudah cukup bicara tentang Yesus, tetapi juga tidak terbuai arus zaman yang begitu saja menolak totalitas pemahaman sebelumnya tentang Yesus.

*Tulisan ini saya sampaikan pada diskusi ringan Kelompok Bona Fide di Salatiga.
Albert Josua P. Maliogha


[1] Mereka meneliti teks-teks injil baik kanon maupun di luar kanon secara sederajat dan menyimpulkan bahwa dari seluruh teks yang memuat perkataan Yesus, hanya 90 kata yang orisinal keluar dari mulut Yesus. Lih. Yonky Karman, Bunga Rampai Teologi Perjanjian Lama (Jakarta: Gunung Mulia), 1-5.
[2] Yonky Karman, Bunga Rampai.
[3] Yonky Karman, Bunga Rampai.
[4] Albertus Sujoko, Identitas Yesus & Misteri Manusia (Yogyakarta: Kanisius), 192-193.
[5] Albertus Sujoko, Identitas Yesus & Misteri Manusia, 193-219.

Related Posts:

0 komentar:

Posting Komentar

Popular Posts

Pages

Pengikut Blog

Profil Josua Maliogha

Diberdayakan oleh Blogger.

Daftar Negara Pengunjung

free counters

Sponsor